Selasa, 30 April 2013

HUBUNGAN ANTARA PRILAKU KEJAHATAN DENGAN PEMERINTAH



Terdapat hubungan korelatif antara fenomena kejahatan dan penyimpangan level mikro-messo dengan kuat-lemahnya negara. Saat kekuatan negara berkurang, yang mengakibatkan berkurang pula kontrol negara atas perilaku berbagai elemen kemasyarakatan, maka kejahatan dan penyimpangan pada level mikro-messo meningkat. Sebaliknya, negara yang kuat akan mampu menjangkau berbagai fenomena mikro-messo tersebut dan menetralisirnya tanpa takut atau khawatir kehabisan tenaga saat muncul ekses-ekses ikutannya.
            Jika negara menguat atau amat kuat, kejahatan dan penyimpangan oleh negara lebih berupa suatu tindakan aktif (commission) dalam rangka melanggar hak-hak warga negara dengan atau tanpa mengindahkan sistem hukum yang ada. Sebaliknya, jika negara melemah sebagaimana terlihat dewasa ini, maka kejahatan dan penyimpangan oleh negara lebih berupa pembiaran (omission) terkait dengan kejahatan dan penyimpangan yang dilakukan pihak-pihak lain, khususnya yang berada pada level messo-mikro.
            Semakin besar niat untuk menghindarkan diri melakukan kejahatan ataupun penyimpangan negara, diperkirakan akan semakin banyak muncul hambatan, yang salah satunya berasal dari elemen-elemen dalam negara itu sendiri.
            Terhadap dugaan kejahatan yang dilakukan entitas sebesar negara, kemungkinan solusi terbaik adalah melalui konsolidasi sosial-politik antar-elemen-elemen non-negara, dan bukan dengan membawanya ke jalur hukum.
            Apabila disebut sebagai preposisi kriminologis, hal itu mengingat gaya berpikir preposisi-preposisi tersebut yang berbeda dengan preposisi hukum yang lebih melihat dan bersandar pada ada-tidaknya ketentuan normatif serta diperlukannya acara dan proses beracara yang tepat dalam rangka menggunakan ketentuan tersebut. Preposisi kriminologis juga berbeda dengan pendekatan hak asasi manusia mengingat preposisi ini dalam beberapa hal melihat pelanggaran hak asasi manusia sebagai sesuatu yang tak terhindarkan serta melekat dalam dinamika negara dan, bahkan, dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.
           
Sistem dalam Negara

            Negara baru bisa berjalan dan berfungsi jika secara simultan dan komplementer menjalankan berbagai sistem yang secara inklusif dan eksklusif memang merupakan kewenangan dan porsi negara untuk menjalankannya. Sistem tersebut adalah sistem politik, sistem ekonomi, serta sistem hukum. Masih menjadi perdebatan, apakah terkait sistem-sistem lain, negara juga memiliki kewenangan dan porsi sebesar tiga sistem sebelumnya; katakanlah menyangkut sistem sosial, sistem budaya, sistem adat (ada pula yang menyatukannya dengan sistem budaya), sistem agama, sistem keamanan,  serta sistem perilaku (terdapat kalangan yang tidak menyetujui penyebutan tentang hal ini). Khusus mengenai sistem politik dan sistem ekonomi sendiri, ada yang menyebutnya sebagai sistem ketatanegaraan serta sistem moneter.
            Mengapa disebut sistem, karena pada dasarnya terjadi proses pengolahan atas input guna menjadi output yang dikehendaki dan, setelah memasuki tingkatan dampak, akan kembali menjadi sumber input. Dalam konteks tersebut, maka sistem politik dapat dikatakan merupakan sistem yang mengolah variabel-variabel yang diperlukan dalam rangka dihasilkannya suatu keputusan, kebijakan, atau tindakan politik tertentu. Adapun pengolahnya adalah para partisipan  yang aktif dalam sistem politik seperti pemerintah yang berkuasa, parlemen, partai politik, maupun individu ataupun lembaga yang biasa dikelompokkan menjadi entah itu kelompok pengawas (oversight group) kelompok penekan (pressure group), atau kelompok kepentingan (interest group).
            Terkait sistem ekonomi, maka partisipannya adalah pemerintah itu sendiri, parlemen, komisi persaingan usaha, pasar, asosiasi-asosiasi terkait berbagai bidang usaha dan usahawan, pemodal, maupun masyarakat konsumen itu sendiri. Mereka berinteraksi dalam suatu sistem ekonomi dan menghasilkan keluaran berupa.
            Terkait sistem hukum, yang dilihat adalah berbagai proses dan interaksi dalam rangka pembentukan, evaluasi, dan penerapan hukum seiring dengan niatan melakukan kriminalisasi atau dekriminalisasi terkait perilaku tertentu. Hal tersebut dilakukan oleh lembaga-lembaga seperti pengadilan, kejaksaan, kepolisian, berbagai komisi yang terkait dengan hukum, parlemen, media massa, serta masyarakat sendiri selaku subjek hukum.
            Tentu saja, dalam rangka pergulatan atau interaksi dalam ketiga sistem tersebut, selalu akan terjadi situasi menang-kalah, berhasil-gagal, terpenuhi-tidak terpenuhinya aspirasi serta kepentingannya, dilanjutkan dengan timbulnya perasaan seperti senang-sedih, jengkel-bangga, dan sebagainya. Meskipun demikian, apabila yang muncul justru perasaan sebagai korban (felt victimized), maka ada kemungkinan proses atau interaksi dalam sistem tersebut sebenarnya berlangsung tidak transparan (sehingga banyak hal menjadi tidak terbuka), curang, tidak etis, tidak adil atau diskriminatif, ataupun telah direkayasa agar berakhir dengan hasil tertentu yang dikehendaki.
            Amat mungkin, perasaan sebagai korban tersebut merupakan sesuatu yang individual sifatnya. Jika demikian, hal itu tidak dibicarakan di sini. Yang menjadi fokus pembahasan ini adalah situasi viktimisasi yang  mengimplikasikan orang dalam jumlah yang besar atau massal dan hampir dapat dipastikan dilakukan (secara sengaja atau tidak sengaja, langsung atau tidak langsung) oleh pihak yang mewakili negara.
            Selain proses dan interaksi dalam masing-masing sistem, negara juga bertugas mengkoordinasikan dan mensinergikan ketiganya. Persoalan sistem mana yang didahulukan, kepentingan apa yang ditonjolkan, adalah persoalan pilihan kebijakan yang tak jarang harus diputuskan secara strategik. Walau demikian, sebenarnya negara dapat saja dituding telah berbuat tidak adil, karena memberikan preferensi tanpa dasar yang kuat.

HUBUNGAN KEJAHATAN DENGAN TINGKAT EKONOMI



Selama ini banyak pemikiran yang menghubungkan perekonomian dengan faktor ekonomi. Tapi sedikit yang mau memikirkan hubungan perekonomian dengan faktor non ekonomi seperti kriminalitas ini. Bagaimanapun indahnya faktor perekonomian jika tidak didukung oleh faktor non ekonomi tentulah dunia usaha tidak akan berkembang. Dan perekonomian pun menjadi suram. Sadar atau tidak selama ini Pemerintah atau warga kurang mau memperhatikan pembangunan sektor keamanan di tengah kehidupan. Selama ini faktor keamanan dan pertahanan selalu dikaitkan dengan upaya untuk mempertahankan keutuhan negara dari gangguan luar negeri. Tidak pada kepentingannya bagi kehidupan dalam negeri sehingga keamanan dalam negeri berjalan biasa biasa saja. Keamanan dianggap tidak begitu penting dan kurang diperhatikan dalam kehidupan masyarakat umum.
Saat ini, setelah tingkat kriminalitas berjalan tinggi keadaannya menjadi lain. Masyarakat seperti dibangunkan dari tidur. Kegelisahan pun terjadi. Kelompok pengusaha khususnya merasa keamanan perusahaannya mulai terancam dan ikut memperlemah niatnya untuk membuka atau memperluas kegiatan usahanya. Kecurigaannya terhadap keamanan pun muncul. Dan bagi pengusaha yang memiliki modal kuat mulai berpikir mengalihkan usahanya ke luar negeri yang keamanannya lebih terjamin. Rencana pengembangan usahanya diperbaiki dan direvisi. Kecurigaan ini juga muncul pada pengusaha domestik. Pemerintah tentu tidak bisa menahannya dan keadaan ini akan memperburuk perekonomian dalam negeri.
Kita harus maklum bahwa tujuan perusahaan itu tidak sekadar mendapatkan keuntungan dari usaha yang ia lakukan. Tapi juga adalah keamanan dan keselamatan modal dan diri serta keluarganya. Mungkin yang terakhir ini lebih penting dari sekadar mendapatkan keuntungan. Yang terakhir ini merupakan dasar dari kehidupan kelompok pengusaha. Jadi apa yang akan terjadi pada perekonomian Indonesia jika masalah kriminalitas ini berlarut larut tanpa penyelesaian. Kelompok pengusaha dan masyarakat umum sangat mengharapkan agar kriminalitas yang berjalan dapat ditekan dan dilenyapkan.
Keberhasilan pihak keamanan dalam mengungkap dan melenyapkan kriminalitas juga suatu gambaran mengenai tingkat keamanan dan keselamatan yang berjalan. Jika masalah kriminalitas ini tidak terungkap tentu pihak pengusaha berasumsi bahwa Indonesia berada dalam zona tidak aman. Ini pun merupakan indikator kualitas aparat keamanan Indonesia. Jadi pihak keamanan harus bekerja keras untuk mengungkap dan memberantas para pelaku krimanilitas. Masyarakat umum harus ikut membantu pihak keamanan dengan memberikan informasi pelaku seandainya informasi itu dimiliki. Keikutsertaan masyarakat memerangi kriminalitas, dengan memberikan informasi yang dimiliki kepada pihak keamanan mempunyai arti besar bagi memberantas kriminalitas dan kenakalan di tengah masyarakat.

HUBUNGAN MIGRASI TERHADAP EKONOMI



Ekonomi adalah sebuah kata yang sudah tidak asing lagi di telinga manusia sebagai mahluk sosial yang berusaha mencari nafkah untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga kebutuhan hidup keluarganya. Hampir semua persoalan manusia tidak jauh dan tidak terlepas dari kegiatan ekonomi. Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Istilah “ekonomi” berasal dari bahasa Yunani “oikos” yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan “nomos” yang berarti “peraturan, aturan, hukum” dan secara garis besar diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga”. Dengan demikian erat kaitannya ekonomi dengan manusia karena manusia secara langsung dan tidak langsung menerapkan ekonomi di dalam kehidupannya sehari-hari dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Banyak cara manusia dalam usahanya mendapatkan uang atau pun meningkatkan perekonomiannya, salah satunya adalah dengan bekerja. Manusia sejak kecil diberi pendidikan dengan maksud dapat menjadi bekal untuk bekerja ketika dewasa. Namun kenyataanya tidak sedikit orang yang putus sekolah karena mereka tidak mampu secara materi. Akibatnya mereka mencari pekerjaan yang memang tidak memerlukan pendidikan akhir yang tinggi. Jika mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan, mungkin mereka akan mengemis atau mengamen. Hal itu jelas membuktikan bahwa manusia akan melakukan apa pun demi mendapatkan uang untuk dapat menghidupi dirinya atau pun keluarganya. Karena mau tidak mau, apapun itu, akan selalu berhubungan dengan uang. Semua membutuhkan uang. Secara tidak langsung, pendidikan juga berpengaruh dalam penentuan pekerjaan yang nantinya akan mereka dapat. Walaupun ada juga orang yang tidak mengenyam sekolah sampai tinggi, karena mereka sangat ulet dan gigih, mereka bisa sukses. Sayangnya hal ini tidak terjadi pada setiap orang yang putus sekolah atau bagi mereka yang hanya mengenyam pendidikan rendah.

Cara lain dalam untuk meningkatkan perekonomian adalah dengan meminjam. Manusia meminjam uang untuk modal awal mereka. Peminjaman yang mereka lakukan dapat ke bank ataupun rentenir. Itu tergantung dengan berapa yang akan mereka pinjam dan barang



apa yang dapat mereka berikan sebagai jaminan atas uang yang akan mereka dipinjam. Ada kalanya manusia dapat sukses dan dapat mengembalikan uang pinjaman modal awal mereka. Namun ada juga manusia yang sudah berusaha semampunya namun manusia itu tidak dapat mengembangkan usahanya dan akhirnya tidak bisa mengembalikan uang pinjaman mereka dan bangkrut. Hal ini acap kali terjadi di dalam kehidupan kita sehari-hari. Bahkan jika sampai pada batas yang tidak bisa mereka kendalikan, mereka sampai bunuh diri.

Manusia juga dapat melakukan usaha jual beli dalam rangka pemenuhan ekonominya. Dikatakan demikian karena dengan menjual barang, manusia dapat mendapatkan uang. Jual-beli ini dapat dilakukan dengan mudah di masa sekarang ini. Mulai dari berjualan di pasar dengan sistem tawar-menawar sampai berjualan online melalui internet. Dengan kemajuan teknologi yang sudah modern manusia dapat dengan mudah melakukan transaksi sekalipun berjarak jauh. Tidak harus bertatap muka, manusia juga dapat mengirimkan uangnya melalui bank. Hal ini memudahkan manusia dalam menjalankan ekonominya.

Dewasa ini banyak kejadian di luar kuasa manusia yang tidak bisa diprediksi secara tepat oleh manusia, seperti bencana alam. Kejadian itu datang dan kadang kala memberikan dampak yang sangat terasa bagi kehidupan manusia. Ambil saja contohnya seperti gempa 27 Mei silam yang melanda daerah Bantul dan Yogyakarta. Gempa tersebut memakan banyak korban dan juga memberikan dampak besar bagi perekonomian masyarakat di daerah tersebut. Di Kasongan misalnya, banyak kios yang rubuh akibat gempa, dagangan pun tidak bisa diselamatkan. Dan memang hal ini bukan salah manusia. Mereka yang menjadi korban harus bangkit sendiri. Memulai semuanya lagi dari awal. Tidak hanya itu, kota Yogyakarta yang pariwisatanya dikenal bagus, jadi lumpuh untuk sementara. Hal ini jelas mengakibatkan mereka masyarakat menengah dan kecil yang menggantungkan hidupnya pada para wisatawan yang berkunjung ke Jogja menjadi kelimpungan. Sementara mereka belum bisa mengembalikan perekonomian mereka, pengeluaran akan terus berjalan dan semakin membengkak karena memang kebutuhan hidup yang tidak bisa ditunda, seperti halnya untuk urusan makan.

Contoh yang lain adalah seperti pada saat letusan gunung Merapi yang belum lama ini terjadi dan dampaknya masih bisa dirasakan sampai saat ini. Beberapa kali lahar dingin datang dan membuat masyarakat yang terkena dampaknya harus kehilangan rumah. Sementara mereka memiliki keluarga yang harus diberi tempat tinggal dan tempat perlindungan. Pada saat kejadian pun, mereka tidak sempat untuk menyelamatkan barang-barang berharga mereka. Ini adalah contoh dampak ekonomi yang dikarenakan faktor bencana alam.



Dalam keadaan demikian, manusia yang seharusnya mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya jadi tidak bisa lagi melakukan hal itu di daerahnya. Dan bisa jadi manusia melakukan migrasi dalam rangka mencari sesuatu yang tidak lagi didapatkannya di daerah asalnya. Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik atau negara (migrasi internasional). Dengan kata lain migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain. Arus migrasi ini berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara kota dan desa. Namun pendapatan yang dimaksud bukanlah pendapatan aktual, melainkan penghasilan yang diharapkan (expected income).

Dapat dikatakan bahwa salah satu faktor yang menarik perhatian manusia untuk melakukan migrasi ke daerah lain adalah faktor ekonomi. Dengan migrasi, manusia akan menemukan sebuah komunitas baru. Manusia akan kembali melakukan sosialisasi terhadap lingkungannya yang baru. Sosialisasi merupakan sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Hal tidak mudah bagi mereka yang memang kurang bisa bersosialisasi dengan baik di masyarakat. Padahal banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari sosialisasi. Manusia akan bisa mendapatkan banyak koneksi (link) untuk mendapatkan banyak informasi yang menguntungkan diri mereka. Seperti halnya pekerjaan. Apabila mereka bermigrasi ke suatu daerah dalam rangka mencari pekerjaan, maka dengan memiliki koneksi dengan orang lain maka mereka bisa mendapatkan banyak informasi mengenai pekerjaan yang dapat membantu mereka.

Migrasi membuat manusia harus mengenal kembali lingkungan baru mereka seperti halnya mereka mulai mengenal lingkungan tempat tinggal mereka yang dulu. Apabila mereka sudah mendapatkan sesuatu yang mereka butuhkan di lingkungan baru mereka, maka mereka akan menempati lingkungan tersebut dalam waktu yang relatif lama. Seperti yang sudah disebutkan di atas, manusia mencari penghasilan yang menurut mereka sesuai sampai bermigrasi ke daerah yang menurut mereka menjajikan, maka mereka akan membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk dapat mengumpulkan uang. Sewaktu-waktu mereka mengirimkan sebagian dari hasil pendapatan mereka untuk keluarga mereka di daerah asalnya. Hal ini menjadi salah satu faktor yang terus menjadi tali di antara mereka yang bertempat tinggal di tempat yang berbeda.



Namun, ada sebagian dari mereka yang sudah sukses di daerah lain, mereka tidak mau kembali ke daerah asalnya karena mereka sudah merasa nyaman dengan kehidupannya. Contoh lain dari kasus ini adalah jika ada seorang mahasiswa ataupun pelajar yang bersekolah di luar daerahnya, contohnya mahasiswa Aceh yang belajar di Jakarta. Pada awalnya memang mereka hanya ingin belajar, namun lama-kelamaan mereka menjadi semakin betah. Mereka mendapatkan pekerjaan yang menurut mereka memberikan pendapatan yang cukup dan membuat mereka tidak ingin kembali ke daerah asal mereka, yaitu di Aceh. Namun jika kita telaah lebih jauh lagi, mereka akan sangat berguna bagi Aceh dilihat dari kurangnya sumber daya manusia yang ada di Aceh. Dan jika hal demikian terus terjadi, maka sumber daya manusia yang ada di Aceh akan semakin menipis.

Migrasi ini bisa mengakibatkan hubungan yang tadinya dekat menjadi jauh apabila tidak ada kontak ataupun komunikasi yang terjalin antara manusia satu dengan manusia lainnya. Jika seseorang bekerja di luar daerah, maka secara tidak langsung dia sudah tidak dekat lagi dengan keluarganya yang dari daerah asalnya. Namun sekarang ini teknologi sudah modern, manusia dapat menggunakan handphone, e-mail, maupun media elektronik lainnya. Manusia dapat dengan mudah berkomunikasi dengan adanya benda-benda tersebut. Namun akan berbeda jika seseorang belum memiliki handphone ataupun belum tahu-menahu tentang e-mail. Mereka yang tidak tahu itu biasanya benar-benar dari desa yang baru pertama kali pergi ke kota. Dikatakan jika mereka yang bermigrasi ke luar daerah untuk mencari pekerjaan tidak lagi dekat dengan keluarganya dari daerah asalnya adalah karena biasanya hubungan mereka di desa lebih dekat.

Keluarga di desa cenderung terkenal saling gotong royong dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Dan sistem kekerabatan merupakan sebuah jaringan luas dalam hubungannya antara manusia satu dengan manusia lainnya. Hal itu dapat mencakup sebuah keluarga maupun kerabat. Tidak hanya yang kandung saja, namun dapat juga sepupu ataupun orang lain yang sudah dianggap sebagai keluarga sendiri. Sistem kekerabatan memiliki cakupan luas yang dapat berbentuk individu maupun kelompok, keluarga inti, maupun keluarga luas. Keluarga inti yang dimaksud adalah ayah, ibu, dan anak. Dan keluarga luas yang dimaksud adalah mereka yang masih dalam satu garis keturunan, seperti paman, bibi, kakek, nenek, dan lain sebagainya. Dikatakan sebuah jaringan luas karena antara individu satu dengan yang lain memiliki teman atau kerabat yang berbeda yang memiliki banyak link untuk dapat mencari berbagai informasi. Hal ini sangat menguntungkan bagi mereka yang memiliki hubungan baik dengan keluarga luas mereka.

Adapun manfaat yang diperoleh dari memiliki hubungan baik dengan keluarga luas adalah jika seseorang sedang mencari pekerjaan, maka dia akan mudah menemukan banyakinformasi tentang lowongan pekerjaan melalui saudara maupun kerabatnya. Selain itu, bisa juga bila seseorang mengincar sebuah bidang, anggap saja pekerjaan itu adalah di bidang pemerintahan, bukan tidak mungkin jika memiliki orang dalam, dia akan bisa mendapatkan pekerjaan itu dengan lebih mudah. Atau mungkin jika seseorang sudah mendapatkan pekerjaan dan ternyata dia merasa belum puas dengan jabatan yang sekarang dimilikinya, dia bisa meminta tolong kerabatnya yang kebetulan jabatannya lebih tinggi untuk bisa menaikkan jabatannya. Hal ini tentu lebih memudahkan manusia.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa migrasi dalam rangka mencari pekerjaan dapat lebih mudah melalui jaringan sistem kekerabatan yang nantinya akan dapat membantu manusia dalam memudahkan perekonomian mereka. Dapat dikatakan sedemikian rupa karena pada penelitian Paninggaran di desa Notogiwang dusun Rowadi memang terjadi hal seperti itu. Pekalongan merupakan sebuah kota kecil yang terkenal dengan batik pekalongannya. Kota yang masih belum terlalu berkembang pesat seperti di kota-kota besar lainnya. Dan Dusun Rowadi merupakan salah satu dusun yang terletak di desa Notogiwang. Dusun ini memang cukup terpencil karena letaknya jauh dari kabupaten. Untuk mencapai dusun Rowadi, anda harus menempuh jarak yang cukup jauh (kira-kira 45 menit untuk sampai) dengan menaiki doplak yang tidak lain adalah angkutan umum di daerah ini. Doplak merupakan sebuah mobil bak terbuka yang diberi kayu pada bagian tengahnya untuk duduk. Tidak hanya manusia yang menaiki kendaraan tersebut, terkadang warga membawa sapi ataupun kambing ke kota juga menggunakan kendaraan ini. Namun bila mereka akan membawa binatang mereka, kayu yang tadinya diletakkan di tengah akan disingkirkan.

Kembali pada dusun Rowadi. Dusun ini memang cukup unik. Bila anda datang ke dusun ini, anda akan melewati sebuah jembatan yang kecil dan hanya bisa dilewati oleh motor saja. Jembatan ini dinamai jembatan putus oleh warga sekitar karena memang dulunya di sini ada jembatan, namun karena faktor bencana alam (longsor) maka jembatan ini pun akhirnya putus. Warga di desa ini mayoritas beragama Islam, dan memang hampir seratus persen warganya menganut agama Islam. Hanya ada satu warganya yang beragama non Islam. Di dusun ini terdapat beberapa masjid yang letaknya berdekatan. Hampir semua masjid-masjid itu memiliki beduk dan warganya lebih memilih untuk menjalankan sholat di masjid secara berjamaah daripada sholat di rumah.

Mata pencaharian warganya ada yang sebagai pembuat reyeng dan mayoritas adalah petani. Reyeng adalah tempat ikan pindang yang terbuat dari anyaman bambu. Reyeng yang dibuat dihargai dua puluh lima ribu rupiah per seribu buah. Sebagian besar dari warganya memiliki ladang dan sawah yang letaknya cukup jauh dari tempat tinggal mereka. Ladang yang mereka miliki ditanami tanaman seperti cabai, singkong, teh, kopi, cengkeh, mlinjo,pohon-pohon besar, dan tanaman lainnya yang dapat mereka gunakan sebagai bahan makanan mereka. Pohon-pohon besar yang ditanam nantinya mereka jual dengan harga lima juta rupiah per satu buahnya. Sedangkan hasil ladang seperti teh dan cengkeh mereka jual ke pasar. Sekalinya mereka panen cengkeh atau teh, mereka bisa meraup uang sebesar tujuh belas juta rupiah. Angka yang cukup besar. Sawah yang mereka miliki biasanya mereka tanami padi ataupun jagung. Panen padi mereka jual ke pasar dan sisanya mereka pergunakan untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Dengan memanfaatkan hasil ladang yang mereka miliki, mereka tidak perlu repot-repot untuk pergi ke pasar karena memang jarak yang ditempuh untuk mencapai pasar cukup jauh. Di dusun ini juga terdapat tiga buah penggilingan padi yang biasanya digunakan untuk menggiling padi menjadi beras. Setiap satu kilo penggilingan padi dihargai dua ratus lima puluh rupiah. Cukup murah dan terjangkau bagi warga sekitar.

Anak-anak SD mendapatkan pendidikan atau sekolah gratis di dusun ini. Remajanya melanjutkan sekolah (SMP dan SMA) di desa sebelah dan untuk jenjang yang lebih tinggi seperti tingkat universitas mereka memilih untuk kuliah di kota Pekalongan. Usia nikah di dusun ini masih terbilang sangat muda. Perempuan yang sudah lulus SD cenderung tidak melanjutkan ke SMP. Biasanya mereka akan langsung dijodohkan dan menikah dengan laki-laki yang masih satu desa atau bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta. Untuk anak laki-laki, setelah mereka lulus SMA, kebanyakan dari mereka tidak mau menjadi petani dan lebih memilih untuk bekerja sebagai pedagang di Jakarta. Keinginan mereka (baik laki-laki ataupun perempuan) untuk bekerja di Jakarta adalah karena mereka melihat jika di Jakarta potensi lapangan pekerjaannya untuk mendapatkan uang lebih besar. Jika mereka di dusun Rowadi, mereka akan menjadi petani seperti orang tuanya. Namun kenyataannya mereka lebih memilih untuk bermigrasi ke Jakarta untuk mencari uang.

Sesekali mereka pulang ke kampung halaman, seperti pada saat Lebaran ataupun hari besar lainnya yang memungkinkan mereka untuk kembali ke kampong halaman. Untuk setiap bulannya mereka menyisihkan uang dari penghasilannya untuk dikirim ke keluarganya yang ada di kampung. Dan tidak sedikit dari mereka yang menemukan jodoh di Jakarta. Jika mereka menemukan jodoh, mereka akan menikah dan cenderung akan menetap di daerah yang dekat dengan tempat di mana mereka bekerja. Dan jika mereka sudah sukses bekerja di Jakarta, biasanya mereka mengajak saudara ataupun teman-temannya yang ada di kampung untuk ikut bersama mereka. Mungkin ini salah satu faktor yang menyebabkan kota Jakarta semakin padat.

Mereka memanfaatkan hubungan kekerabatan untuk mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Dan nyatanya memang hal itu menguntungkan bagi mereka. Mereka dapat memperbaiki perekonomian mereka dengan migrasi ke Jakarta dan memiliki penghasilan

yang menurut mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Karena sampai pada saat ini proses seperti itu masih berlangsung di dusun ini, Dusun Rowadi, desa Notogiwang, Pekalongan.